Tradisi Agama Masyarakat Loji
Narasumber: Pak Enjang dan Pak H. Asep
Di Indonesia memiliki agama yang beragam. Akan tetapi, mayoritas beragama Islam dengan jumlah 237,56 juta jiwa setara dengan 86,7% populasi di dalam negeri, sedangkan di Jawa barat penduduk agama Islam terbesar yaitu 46,3 juta jiwa atau 97,29%. Terutama agama masyarakat Loji khususnya di Desa Mekarbuana keseluruhan beragama Islam, yang masih berpegang teguh budaya sunda sehingga banyak tradisi Islam sunda yang melekat pada masyarakat Loji. Kolaborasi antara syariat islam dengan kebudayaan sunda, yaitu budaya sunda tradisinya percaya dengan hal-hal gaib, itu juga tidak terlepas dari ajaran agama juga dituntun untuk percaya hal gaib.
Lalu, aliran agama di Loji masih memegang teguh warisan budaya leluhur, banyak yang belum mengerti dan mengeluh karena banyak aliran-aliran yang tidak dapat dipahami oleh masyarakat di Loji. Masyarakat mengeluh dan bertujuan untuk konsultasi kepada yang lebih ahli yaitu seorang Ustadz. "Saya hanya mengasih saran bahwa islam itu semuanya sama, bahwa pada dasarnya sama. Paham itu masing-masing orang, jadi tidak ada salahnya" ujar pak H. Asep sebagai Ustadz yang di kenali oleh masyarakat Loji. Perbedaannya adalah masyarakat masih berhubungan erat dengan tradisi disana.
Tradisi dalam kamus antropologi sama dengan adat istiadat, yakni kebiasaan-kebiasaan yang bersifat magsi-religius dari kehidupan suatu penduduk asli yang meliputi mengenai nilai-nilai budaya, norma-norma, hukum dan aturan-aturan yang saling berkaitan, dan kemudian menjadi suatu sistem atau peraturan yang sudah pasti serta mencakup segala konsepsi sistem budaya dari suatu kebudayaan untuk mengatur tindakan sosial. Sedangkan dalam kamus sosiologi, diartikan sebagai adat istiadat dan kepercayaan yang secara turun-temurun dapat dipelihara.
Tradisi adalah kesamaan benda material dan gagasan yang berasal dari masa lalu namun masih ada hingga kini dan belum dihancurkan atau dirusak. Tradisi dapat di artikan sebagai warisan yang benar atau warisan masa lalu. Namun demikian, tradisi yang terjadi berulang-ulang bukanlah dilakukan secara kebetulan atau di sengaja.
Terdapat tiga tradisi yang melekat pada masyarakat Loji di Desa Mekarbuana dan Curug Cigentis:
1. 1. Pengajian rutin berlokasi di Desa Mekarbuana
Terdapat pengajian rutin tersebut diikuti oleh laki-laki dan perempuan dari usia anak-anak hingga dewasa, pelaksanaan pengajian berbeda waktu dan tempat antara laki-laki dan perempuan. Kajian laki-laki dilaksanakan pada malam jumat bertempatan di Masjid Desa Mekarbuana, namun terkadang berkeliling antara rumah ke rumah.
Sedangkan untuk kajian perempuan dilaksanakan pada hari senin dan jumat bertempatan di Mushola. Terdapat pemimpin pengajian tersebut yaitu seorang ustadz tidak ada seorang ustadzah, diantaranya ada ustadz Umar, ustadz Oden, dan ustadz lainnya. Para ustadz tersebut memimpin pengajian secara bergantian. Biasanya kajian utama yang dibahas dalam pengajian tentang beribadah juga tentang bagaimana kehidupan seorang muslim yang seharusnya.
Tradisi ini sudah ada pada tahun 1995, Tradisi ini harus di lestarikan ke masyarakat sekitar di khawatirkan masyarakat kekurangan ilmu agama yang benar. Di daerah Loji juga masih sangat rawan dengan orang yang belum mengetahui lebih dalam tentang agama yang benar. Terdapat tradisi tahunan yang akan dibahas dalam kajian dengan tema memasuki bulan Ramadhan, diantaranya yaitu doa niat puasa dan membatalkannya, cara beribadahnya. Tidak hanya anak-anak tetapi juga orang dewasa pun masih belajar tentang hal tersebut.
2. 2. Tradisi memotong daging setiap tahun
Dalam agama islam juga dituntun untuk percaya dalam hal gaib, sebab jika tidak percaya dengan hal gaib umat islam beribadah kepada makhluk gaib. Sedangkan Allah menciptakan makhluk gaib, itu tidak dipungkiri. Allah berfirman dalam Qur'an surah Al Baqarah ayat 2 dan 3 tentang sebelum kamu beriman kepada tuhan maka beriman juga kepada hal yang gaib. Beriman lah kepada hal yang gaib lalu beriman lah kepada yang maha kuasa.
Budaya yang sekarang dikembangkan yaitu setiap bulan Mulud dan bulan Rajab, siapapun yang mengadakan hajatan tidak boleh ada keramaian. Artinya hajatan tersebut tidak boleh ada hiburan seperti dangdutan maupun jaipongan. Di Loji setiap bulan Mulud atau bulan Rajab apalagi nanti bulan Ramadhan setiap 3 bulan dalam satu tahun, selain diperbolehkan juga diyakini di sini karena suka banyak kerumunan dan juga banyak pengunjung, maka diadakan tradisi budaya orang sini dianjurkan untuk syukuran dan selametan yaitu dengan memotong hewan kambing.
Biasanya untuk membeli kambing itu patungan oleh setiap yang punya warung di sini patungan nantinya untuk potong kambing. Waktu dilakukannya potong kambing ini biasanya dilakukan setelah lebaran atau setelah tahun baru. Tempat dilakukan tradisi potong kambing di lokasi wisata itu sendiri, yaitu Curug Cigentis. Tradisi ini harus diadakan, jika tidak diadakan memungkinkan terjadi suatu hal yang tidak diinginkan, dampaknya bukan kepada orang di luar daerah Curug Cigentis, namun dampaknya kepada orang yang berada di daerah Curug Cigentis.
Dianggapnya pengelola disini tidak bisa menghormati wilayah setempat. Masyarakat disini meyakini bahwa selain manusia yang hidup ada bangsa lain yang berhubungan dengan hal gaib seperti bangsa jin, malaikat, syaitan. Tradisi ini bisa dibilang turun temurun, ramainya tradisi ini tepat setelah gerakan pemberontakan jaman PKI, dahulu tempat ini dijadikan tempat pelarian gerombolan orang-orang Jepang sebagai tempat bersembunyi yang bertempatan di hutan sini. Pada zaman dahulu di Loji ini terjadi peristiwa yang dinamakan 'Pagar Betis'. Sejarah yang dahulu untuk mengejar dan menangkap para pemberontak, sehingga peristiwa pagar betis itu terjadi disini.
Maka dari itu, dianjurkan syukuran atau selametan yaitu dengan potong kambing, untuk menghormati alam dan menghindari penyebab datangnya bencana terutama untuk pengelola tempat wisata. Jika tidak dilakukan pemotongan daging seolah-olah alam akan marah, dikarenakan banyak pengunjung yang datang ke Curug Cigentis untuk berwisata. Para wisatawan yang datang untuk berwisata di anggap mengotori alam dengan membawa-bawa sampah, merusak keindahan alam, dan lain sebagainya.
Awal mula tradisi ini yaitu dari tokoh masyarakat, dulu ketua masyarakat disini sekitar tahun 1960-1970an itu dimulai, oleh sebab itu orang-orang terdahulu suka paham akan hal-hal gaib, mereka sudah terbiasa kontak atau komunikasi. Jadi, tradisi ini saling menghormati antar sesama makhluk. "Jadi jika ada acara tumpeng segala macam itu bisa diadakan, jikalau orang yang yang datang punya tujuan dan punya keinginan, begitu ziarah kesini keinginan nya tercapai maka wajib membawa bakakak, buah-buahan dan sebagainya, jadi yang agak langka itu kambing setelah hari-hari ramai" ujar pak H. Asep. Tradisi ini adalah bersifat wajib setiap tahun nya dengan masyarakat di sana.
3. 3. Mandi malam di Curug Cigentis.
Tujuan dari mandi malam ini istilahnya berkaitan dengan para leluhur. Di Curug Cigentis sendiri kaitannya yang pertama dengan para wali, kedua dengan sejarah pajajaran, termasuk prabu siliwangi. Mungkin ada yang menggali informasi tentang prabu siliwangi, ada juga yang menelusuri perjalanan para wali. Curug Cigentis ini tadinya itu patilasan para leluhur kita atau para wali dan disini itu tempat perkumpulan, yakni tempat mandinya Curug Cigentis ini. Lalu, di gunung Sanggabuana itu tempat perkumpulannya para leluhur.
Pak H. Asep, selain mengisi kajian beliau juga ditugaskan untuk memandu dan meluruskan niat pendatang yang ingin melakukan mandi malam. "Menghormati itu harus, karena mereka juga mahluk, Tetapi jangan menganggap bahwa mereka itu hebat" ujar pak H. Asep, masyarakat di sana mempertanyakan kepada pendatang memiliki aliran percaya hal gaib atau tidak, karena aliran Islam di sana memang seperti itu. Sebab, masyarakat yang berada di gunung percaya bahwa kayu dan batu itu adalah bangsa gaib.
Jikalau ditentang atau dirusak dikhawatirkan akan terjadi sesuatu yang buruk pada alam yang akan berdampak pada masyarakat sekitar. Pendatang maupun wisatawan harus tau sopan dan santun terhadap tradisi yang ada di masyarakat Loji terutama sekitar Curug Cigentis.
Melakukan mandi malam dapat dilakukan pada hari apapun. Akan tetapi lebih ramai pada malam jumat, dikarenakan malam jumat itu memang tradisi pulau Jawa yang meriahkan pada malam jumat, puncak ramainya adalah saat malam Jumat kliwon. Kebanyakan yang datang ke Curug Cigentis adalah pendatang.
Bagi pengunjung yang datang pada saat siang hari biasanya remaja atau dewasa tujuannya hanya rekreasi, dan pada malam hari sering disebut wisata religi dan punya tujuan tertentu, yaitu untuk berdoa dan memohon agar keinginannya segera tercapai dan terkabul. Contohnya ingin usahanya lancar, naik jabatan yang lebih tinggi, ataupun ingin punya jodoh yang baik. Tidak ada tahapan khusus untuk melakukan mandi malam, hanya dilengkapi dengan bunga. Serta, tidak ada batasan umur untuk bisa melakukan kegiatan mandi malam. Diperbolehkan melakukan mandi malam jika sudah memiliki keinginan, jika rajin berdoa nantinya akan cepat terkabul keinginannya.
Tidak ada komentar